PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KONSEP EKONOMI DIGITAL
Perkembangan dan Pengembangan Teknologi 4.0 Kemunculan
teknologi digital dan internet menandai dimulainya Revolusi Industri 3.0.
Proses revolusi industri ini jika dikaji dari sudut pandang seorang sosiolog
Inggris yang bernama David Harvey, merupakan sebuah proses pemampatan ruang dan
waktu. Ruang dan waktu semakin terkompresi dan semakin memuncak pada revolusi
tahap 3.0, yakni revolusi digital. Waktu dan ruang tidak lagi berjarak. Pada
tahap revolusi industri sebelumnya, yaitu revolusi kedua (Revolusi 2.0), dengan
hadirnya teknologi mesin yang dapat menciptakan sebuah mobil (kendaraan),
membuat waktu dan jarak makin dekat. Revolusi 3.0 menyatukan keduanya. Sebab
itu, era digital sekarang mengusung sisi kekinian (real time). Selain mengusung
kekinian, revolusi industri 3.0 mengubah pola relasi dan komunikasi masyarakat
kontemporer. Praktik bisnis pun mau tidak mau harus berubah agar tidak tertelan
zaman.
EKONOMI DIGITAL
Ekonomi digital
pertama kali diperkenalkan oleh Tapscott (Tapscott, 1997). Menurutnya, ekonomi
digital merupakan sebuah fenomena sosial yang mempengaruhi sistem ekonomi,
dimana fenomena tersebut mempunyai karakteristik sebagai sebuah ruang
intelijen, meliputi informasi, berbagai akses terhadap instrument informasi,
kapasitas informasi dan pemrosesan informasi. Komponen ekonomi digital yang
berhasil diidentikasi pertama kalinya yaitu industri TIK, aktivitas
e-commerce, distribusi digital barang dan jasa.
Sementara itu, konsep ekonomi digital menurut Zimmerman
(Zimmerman, 2000), merupakan sebuah konsep yang sering digunakan untuk
menjelaskan dampak global terhadap pesatnya perkembangan Teknologi Informasi
dan Komunikasi yang berdampak pada kondisi sosial-ekonomi. Konsep ini menjadi
sebuah pandangan tentang interaksi antara perkembangan inovasi dan kemajuan
teknologi yang berdampak pada ekonomi makro maupun mikro. Sektor yang
dipengaruhi meliputi barang dan jasa saat pengembangan, produksi, penjualan
atau suplainya tergantung kepada sejauh mana teknologi digital dapat
menjangkau.
Ekonomi digital lahir dan berkembang seiring penggunaan
Teknologi Informasi dan Komunikasi yang juga semakin mengglobal di dunia.
Menurut Dalle (2016) sejarah ekonomi dunia telah melalui empat era dalam hidup
manusia yaitu era masyarakat pertanian, era mesin pasca revolusi industri, era
perburuan minyak, dan era kapitalisme korporasi multinasional. Empat gelombang
ekonomi sebelumnya berkarakter eksklusif dan hanya bisa dijangkau oleh kelompok
elit tertentu. Gelombang ekonomi digital hadir dengan topogra yang landai,
inklusif, dan membentangkan ekualitas peluang. Karakteristik ini memiliki
konsep kompetisi yang menjadi spirit industri yang dengan mudah terangkat oleh
para pelaku startup yang mengutamakan kolaborasi dan sinergi. Karena itu pula
ekonomi digital merupakan ‘sharing economy’ yang mengangkat banyak usaha kecil
dan menengah untuk memasuki bisnis dunia.
Dalam ekonomi digital, perusahaan menawarkan layanan mereka
sesuai dengan layanan layanan tertentu yang sesuai dengan permintaan spesik
tertentu atau penawaran khusus, penawaran telah dikarakterisasi sebagai
penawaran pribadi dan individu atau pribadi (Bloch et al., 2006). Agar ekonomi
digital dapat memberikan keuntungan kepada masyarakat dan pelaku usaha, maka
diperlukan kerangka regulasi yang tepat sehingga terjadi iklim pasar yang
kompetitif dan seimbang dalam mengembangkan ide untuk menciptakan produk dan
inovasi. Ciri ekonomi digital adalah melakukan perdagangan global dan banyak
memotong rantai intermediary. Diharapkan tidak ada barrier to entry sehingga
memberi keleluasaan partisipasi pasar.
Dalam menciptakan kerangka proteksi yang lebih baik untuk
konsumen, perlu keseimbangan dengan kepentingan dan kapasitas bisnis, terutama
untuk perusahaan kecil dan menengah. Apabila regulasi tidak seimbang, maka
dapat menyebabkan turn-over yang tinggi pada pelaku bisnis, yaitu tersisihnya
pelaku bisnis yang kalah dalam kompetisi dari peredaran. Hal ini juga dapat
mempengaruhi kebebasan pilihan konsumen. Oleh karena itu hak dan kewajiban
antara konsumen dan pelaku bisnis harus seimbang dari kedua belah pihak.
Revolusi Industri 4.0 telah membawa perubahan signifikan
terhadap berbagai sendi kehidupan manusia, kita kini dengan nyata
dapat mencermati bagaimana perubahan tersebut menjadi fenomena dashyat yang
yang tidak dapat dibendung, sepanjang tahun 2018 yang baru saja kita
lewati, perusahaan-perusahaan dunia dan juga di Indonesia berlomba-lomba dalam
melakukan inovasi untuk memenangkan persaingan pasar ditengah semakin ketatnya
kompetisi.
Inovasi yang dilakukan diantaranya dilakukan
dengan strategi transformasi digital, melakukan perubahan menyeluruh atas
setiap proses, kompetensi, dan model bisnis dengan implementasi teknologi
digital, sejalan dengan rekomendasi berbagai lembaga riset global yang
menjadikan transformasi digital sebagai pengarusutamaan organisasi dalam
memenangkan persaingan global.
Inovasi telah masif menjalar ke seluruh lini
kehidupan ditengah dinamika relasi dunia yang semakin dinamis, terdapat
beberapa perubahan radikal yang akhir-akhir ini terlihat bergerak sangat cepat,
salah satunya melalui digitalisasi, yang ditandai dengan ciri-ciri antara
lain, berlakunya vertical networking,
jaringan sudah tidak lagi memiliki sekat-sekat atau hierarki.
Vertical networking selanjutnya diikuti
dengan horizontal integration sebagai
bentuk kongkrit kolaborasi yang lebih mengedepankan output, inovasi yang
inheren dengan digitalisasi, melahirkan fenomena baru dengan semakin masifnya
konsep-konsep sharing economy, internet of things, e-commerce, finansial
technology, artificial intelligence dalam
berbagai bidang kehidupan, utamanya persaingan ekonomi.
Digitalisasi ekonomi terbukti telah membawa
berbagai perubahan, dengan digital ekonomi setidaknya memberikan benefit dalam
meraih efisiensi, efektivitas, penurunan cost production, kolaborasi,
terkoneksinya satu pihak dengan pihak lain, oleh karena itu, transformasi
digital ekonomi, sudah selayaknya dijadikan alternative solusi
sebagai mesin pertumbuhan ekonomi baru.
Konsep mengenai ekonomi digital pertama kali
diperkenalkan oleh Don Tapscott (The Digital
Economy, 1995), yang bermakna keadaan sosiopolitik dan sistem
ekonomi yang mempunyai karakteristik sebagai sebuah ruang intelijen, meliputi
informasi, berbagai akses instrumen, kapasitas, dan pemesanan informasi.
Dalam ekonomi digital setidaknya terdapat 4
hal penting yang terkait dengan aktivitas ekonomi digital, dimana letak
geografis tidak lagi relevan, adanya platform tertentu yang menjadi kunci utama
dan berkembangnya jejaring kerja serta penggunaan big data.
Dalam perkembangan lebih lanjut, ekonomi
digital menjadi fenomena baru yang semakin memiliki peran strategis dalam
perkembangan ekonomi global, argumentasi ini terbukti bila kita mencermati
laporan Huawei dan Oxford Economics yang berjudul Digital Spillover (2016), size ekonomi
digital dunia telah mencapai 11,5 triliun dollar atau berkisar 15,5 persen dari
GDP dunia.
Besarnya konstribusi ekonomi digital terhadap size ekonomi
digital ekonomi dapat dicermati dari perdagangan Online telah mengubah landscape ekonomi
dunia sebagai “wajah baru” ekonomi global, mengacu pada laporan McKinsey
(2018), setidaknya perdagangan online memiliki dampak
di empat area. Pertama, financial benefits. Memberi
manfaat ekonomi yang dahsyat bagi ekonomi suatu bangsa, misalnya Indonesia
sebagai pasar terbesar untuk e-commerce di Asia
Tenggara. Nilainya saat ini kurang lebih 2,5 milyar dollar dan diprediksi akan
menjadi 20 milyar dollar di tahun 2022.
Kedua, job creation. Diperkirakan
akan ada 26 juta pekerjaan baru di tahun 2022 akibat dari ekonomi digital ini
yang kebanyakan dipengaruhi oleh perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM). Agaknya ini juga yang membuat Jack Ma membuat strategi agar Alibaba
fokus pada UMKM di China.
Ketiga, buyer benefits. Ini bisa
dilihat dari harga-harga di marketplace e-commerce yang
biasanya lebih murah dari offline. Keempat, social
equality. Ekonomi digital telah berdampak terhadap kesetaraan
gender, inklusi layanan keuangan, pemerataan pertumbuhan dan masalah sosial
lainnya.
Bagi Indonesia ekonomi digital memberikan
harapan baru akan transformasi ekonomi yang diprediksi akan dapat menjadi prime
mover ekonomi Indonesia, McKinsey menyebutkan bahwa ekonomi
digital Indonesia sekarang hampir sama dengan China pada tahun 2010,
berdasarkan indikator-indikator seperti penetrasi e-retail, GDP per kapita,
penetrasi internet, pengeluaran ritel. Pada tahun 2017, nilai perdagangan
online Indonesia mencapai 8 miliar dollar.
Capaian tersebut sekaligus menunjukan semakin
diperhitungkannya Indonesia di Kawasan regional Asia Tenggara, dimana dari 8
Unicorn setengahnya berasal dari Indonesia, seperti Go-Jek, Traveloka,
Tokopedia, dan Bukalapak. Begitupun dengan nilai pendanaan yang didapat
Indonesia dari venture capital selama tiga tahun ini mencapai 38 persen dari
total pendanaan di Asia Tenggara.
Prospek Ekonomi Digital Indonesia
Ekonomi digital terbukti mampu memberikan kontribusi
yang signifikan pada PDB Indonesia pada 2017 besarannya
mencapai 7,3 persen, padahal pertumbuhan ekonomi Indonesia
hanya 5,1 persen, hal ini mengandung makna bahwa ekonomi digital
Indonesia memiliki prospek yang sangat menjanjikan bila dikelola
dengan baik karena pertumbuhannya melebihi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Masa depan ekonomi digital Indonesia
sepatutnya menjadi fokus kita bersama dalam membangun kolaborasi dalam
mengoptimalkan nilai tambah ekonomi bila mencermati potensi ekonomi digital di
Indonesia yang bisa mencapai USD 65 miliar pada 2022 sebagaimana prediksi
Lembaga riset McKinsey & Company.
Selain itu, menurut data World
Market Monitor, ekonomi digital diproyeksi menyumbang USD 155
miliar atau 9,5 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada
2025. Sumbangan itu terdiri atas peningkatan lapangan kerja senilai 35 miliar
dolar AS atau 2,1 persen PDB serta mendorong produktivitas 120 miliar dolar AS
atau 7,4 persen PDB.
Kita patut bersyukur ekonomi digital
Indonesia bila dicermati dari salah satu pilarnya, menempati peringkat
tertinggi dalam pertumbuhan E-commerce di dunia.
Menurut PPRO, pertumbuhan E-commerce Indonesia
mencapai 78%, jauh melampaui rata-rata pertumbuhan dunia yang hanya berada pada
angka 14% dan Asia pada angka 28%.
Dalam perjalannya kini kita dapat
menyaksikan terdapat 4 star up bisnis Indonesia yang berhasil menyandang status unicorn,
atau mencatatkan valuasi di atas USD 1 milyar yakni Gojek, Bukalapak, Tokopedia
dan Traveloka dan yang membanggakan, seluruhnya generasi milenial sebagai masa
depan penggerak ekonomi Indonesia.
Berbagai capaian tersebut di atas, seyogyanya
dapat menjadi penambah semangat bagi para pemangku kepentingan di
Indonesia dalam terus berkolaborasi menciptakan iklim yang kondusif bagi
perkembangan ekonomi digital, komitmen pemerintahan Jokowi dalam
pengembangan ekonomi digital telah dimulai dengan dibatalkannya
Daftar Investasi Negatif untuk e-commerce, penyesuaian atas kewajiban server
berada secara fisik di Indonesia, pendekatan progresif terhadap pajak penjualan e-commerce serta
dukungan dan perlindungan bagi perusahaan-perusahaan rintisan (start up),
Kita tentunya berharap langkah-langkah
terobosan tersebut perlu terus dikembangkan, utamanya dalam memastikan
berkelanjutannya langkah-langkah kebijakan yang akomodatif dari pusat sampai
dengan daerah yang bermuara kepada upaya memberikan proteksi terhadap
pengembangan ekonomi digital di Indonesia.
Para pemagang otoritas diharapkan dapat
menerapkan kebijakan secara light touch (tidak
terlalu mengekang) dan safe harbour (tanggung
jawab terpisah antara penyedia situs jual beli daring berkonsep marketplace dengan
penjual yang memakai jasa mereka), sehingga inovasi akan memiliki ruang untuk
berkembang dengan baik.
Pilihan strategi pengembangan ekonomi digital
merupakan langkah tepat yang perlu terus didukung para pemangku kepentingan,
mengingat potensi demografi yang kita miliki, dilihat dari
komposisi penduduknya, jauh lebih menguntungkan dibandingkan
lima negara Asia lainnya dengan PDB besar, seperti China, Jepang, India, dan
Korea.
Indonesia memiliki usia produktif mendominasi
yang akan menjadi kekuatan dashyat bila dapat ditransformasi sebagai agen
perubahan melalui ekonomi digital, data BPS menyebutkan sekitar 32% penduduk
usia produktif pada 2016 adalah milenial. Generasi yang curious, interest, bahkan
aktif berpartisipasi di pasar digital.
Disamping pemanfaatan bonus demografi,
investasi di bidang information and communication
technologies (ICT) seyogyanya perlu terus ditingkatkan,
sehingga sejalan dengan struktur demografis, agar dapat menjadi modal Indonesia
memanfaatkan teknologi dan era ekonomi digital untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat. Pertumbuhan peran sektor dasar terhadap ekonomi yang terus berkurang
dan sektor jasa terus meningkat menjadi indikasi kuat urgensi pengembangan
ekonomi digital sebagai “wajah baru” ekonomi Indonesia.
Kita tentunya berharap dengan pembangunan SDM
yang mulai dilakukan secara masif pada tahun 2019 ini, ini dapat diikuti dengan
komitmen yang kuat dari para seluruh pemangku kepentingan untuk adaktif dalam
mempersiapkan SDM yang andal, melalui perbaikan kurikulum, vokasi guna
menghasilkan SDM yang andal dalam menjawab tantangan sekaligus menangkap
peluang ekonomi digital.
Berbagai upaya tersebut sangat diperlukan
untuk terus ditumbuhkembangkan mengingat ekonomi digital di Indonesia sejauh
ini sudah menumbuhkan dan menopang UMKM di Indonesia. Bermunculannya berbagai
usaha rintisan yang didominasi kaum milenial baik yang berbasis kuliner, jasa
dan perdagangan online adalah contoh nyatanya, fenomena
tumbuhnya technology financial (fintech) dalam 3
tahun terakhir menandakan perkembangan yang menggembirakan dari ekonomi digital
yang perlu terus diikuti dengan peningkatan infrastruktur bersamaan dengan literasi
warga masyarakat mengenai keuangan digital.
Melihat potensi yang besar yang dimiliki
Indonesia serta langkah-langkah awal yang telah dilakukan dan perkembangan yang
menabjubkan, kita optimis Ekonomi Digital Indonesia 2020 akan segera terwujud
dan ekonomi digital akan menjadi “wajah baru” ekonomi Indonesia yang akan mampu
mengungkit Indonesia menjadi 10 besar ekonomi dunia pada tahun 2030. Semoga.
Referensi:
-https://balitbangsdm.kominfo.go.id/
-https://www.setneg.go.id/baca/index/ekonomi_digital_the_new_face_of_indonesias_economy
Komentar
Posting Komentar